HUKUM HUBUNGAN TENAGA KERJA
Oleh : Qoidatul Sholikha
Mata : Kuliah Manajemen Organisasi 2012-1
Prodi : Ilmu Teknologi Pangan
Fakultas : Pertanian
Universitas Yudharta Pasuruan
PEMBAHASAN
Hukum Ketenagakerjaan
A. Arti dan Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
A. Arti dan Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari
pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan
penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP
MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan,
Ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat
kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong
partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia
untuk membangun negara Indonesia yang dicita-citakan. Beberapa peraturan
perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk
sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang
kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem
hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan
sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan
masa yang akan datang.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala
hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah
masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai
peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan
sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
B. Hubungan Kerja
Hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat
secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara
tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan
melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang
diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang
bertentangan dengan ketentuan dapat dibatalkan. Setiap pekerja/buruh mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai agama.
Untuk
melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan
sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan maka pemerintah
menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh tersebut meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c.upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d.upah tidak masuk kerja karena mdlakukan kegiatan lain di
luar
pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Karena upaya perluasan kesempatan
kerja mencakup lintas sektoral, maka harus disusun kebijakan nasional di semua
sektor yang dapat menyerap tenaga kerja secara optimal. Agar kebijakan nasional
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan masyarakat
bersama-sama mengawasinya secara terkoordinasi.
Hak-hak pekerja yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan upah
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
3. Hak untuk bebas memilih dan pindah
pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
4. Hak atas pembinaan keahlian,
kejuruan, untuk memperoleh serta menambah keahlian dan ketrampilan.
5. Hak untuk mendapatkan perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja serta perlakukan yang sesuai dengan
martabat manusia dan moral agama.
6. Hak atas istirahat (cuti) serta hak
atas upah penuh selama menjalani istirahat.
7. Hak untuk mendirikan dan menjadi
anggota serikat pekerja.
8. Hak untuk mendapat jaminan sosial Kewajiban
pekerja:
·
Melakukan pekerjaan bagi majikan/pengusaha dan perusahaan
tempat bekerja.
·
Mematuhi peraturan pemerintah.
·
Mematuhi peraturan perjanjian kerja.
·
Mematuhi peraturan Kesepakatan Bersama (SKB) perjanjian
perburuhan.
·
Mematuhi peraturan-peraturan majikan.
·
Menjaga rahasia perusahaan.
·
Memakai perlengkapan bagi keselamatan kerja.
Bagi
buruh putusanya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengan
segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup kaum
buruh seharusnya pemutusan hubungan kerja ini tidak terjadi. Karena itulah
pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 yang dalam pasal 1
ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa:
“ Pengusha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi anggota salah satu organisai buruh”.
“ Pengusha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi anggota salah satu organisai buruh”.
C. Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan.
Perseleisihan ketenagakerjaan adalah pertentangan antara
majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat
buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja,
syarat-syarat kerja dan/atau keadaan ketenagakerjaan. Dengan perselisihan
dimaksdukan, perselisihan yang timbul karena salah satu pihak pada perjanjian
tidak memenuhi isi perjanjian atau peraturan dan menyalahi ketentuan hukum.
Mengenai perselisihan hak-hak di bidang ketenagakerjaan ada dua badan instansi yang berwenang menyelesaikannya yaitu Pengadilan Negeri dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Perselisihan ketenagakerjaan itu sendiri dapat diselesaikan secara damai oleh mereka yang berselisih sendiri baik tanpa maupun dengan bantuan pihak ketiga atau tidak secara damai. Penyelesaian sengketa secara sukrela biasanya dimulai dengan tuntutan dari pihak organisasi buruh kepada pihak majikan mengenai misalnya kenaikan upah. Tuntutan ini pertama-tama harus diselesaikan kedua belah pihak dengan jalan perundingan. Hasil perundingan bila merupakan persetujuan dapat disusun menjadi suatu perjanjian perburuhan menurut ketentuan dalam undang-undang.
Tiap perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan dan oleh yang berselisih harus disampaikan surat kepada pegawai ketenagakerjaan. Pemberitahuan ini dipandang sebagai permintaan kepada pegawai ketenagakerjaan untuk member perantaraan guna mencari penyelesaian dalam perselisihan tersebut. Perantaraan yang wajib diberitahukan itu dimulai dengan mengadakan penyeldikan tentang duduk perkara perselisihan dan sebab-sebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Benggolo. A., Tanpa tahun, Tenaga
Kerja dan Pembangunan, yayasan Jasa Karya, Jakarta.
2. Manulang, SH., 1995, Pokok-Pokok
Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan kedua.
3. Zainal, Asikin. 2006, Dasar-Dasar
Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
4. C.S.T Kansil, 1995, Hukum Perusahaan
Indonesia, PT. Pradnya, Jakarta.
5. Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan
Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
6. Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi
Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Internet
Internet
Undang-Undang
1. UUD 1945.
2.
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar